LANA

Wednesday, June 6, 2012

Lana baru menginjakkan kaki di kota budaya itu. kota yg selalu mampu menumbuhkan gairah baru untuknya. ya. Yogyakarta. dia menjinjing tas merah kecilnya di tangan kiri. sementara tas yang berisi pakaian-pakaiannya telah lebih dulu dibawa kabur oleh Faqa, setelah -seperti biasa- mereka beradu mulut unuk membawa tas coklat berukuran agak besar itu.
di dalam taxi yang membawanya menuju hotel mata lelahnya tak juga menyiratkan letih selama 12 jam perjalanan di kereta. senyumnya kecil, dan tarikan napas dihembuskannya berat dengan seringai. seperti anak kecil yang berhasil berlari mengejar layang-layangnya. Faqa duduk di samping sopir. dia baru kali ini menginjak kaki di kota eksotis ini.
"kau senang, Faqa ?" tanya Lana.
"ya. aku sangat senang. kota ini bagus" sahut Faqa.
Lana kembali menyandarkan punggungnya. 

iya. kota ini indah. sangat indah. atmosfernya membedakan tarikan napasku. dan aku berhasil membawa cintaku ke kota ini. cinta dari Tuhan, dan seijin Tuhan.

Malioboro, malam harinya. . .
"aku lelah, Faqa. aku mau kembali ke hotel saja. kau telusuri saja jalanan malioboro dan taman kota di ujung sana bersama Nugra dan Tari. mereka menunggumu di belakang mall."
"aku ikut kamu kembali ke hotel !", Faqa tegas menimpali.
"demi Tuhan Faqa aku baik-baik saja. aku cuma lelah. malam ini terlalu berharga untuk kamu lewatkan. kamu baru sekali kesini kan ? nikmatilah." Lana mulai merajuk.
"dan demi Tuhan aku akan mengantarmu ke hotel, sekarang".
Ah Faqa, entah kenapa tidak ada "tidak"-mu yang mampu kutawar.

---
"aaah i wanna sleep early, Qa. punggungku sakit. perutku sakit", Lana berbisik.
"tidurlah, aku menemanimu disini.", Faqa menjawab lirih, namun pasti.
"Nugra dan Tari pasti masih jalan-jalan ya, Qa. barusan mereka menelepon meminta kita untuk menyusul. aku tidak, Qa. aku lelah. kalau kau mau menyusul, ayo aku antar."
"tidak".
dan obrolan pun terus mengalir mengalihkan rasa sakit di perut Lana. sampai akhirnya semua mengarah pada satu hal yang saling mereka ketahui namun tidak pernah saling mereka akui.  
ya. rasa di hati mereka masing-masing.
Lana bukan wanita yg suka berpura-pura. dia moody, tapi bahagia adalah segalanya. dia tidak suka berpura-pura tidak mengetahui sesuatu hal yang sebenarnya sangat dia ketahui. dan itu pula yang dia lakukan pada Faqa.
ada letupan-letupan yang luar biasa di hatinya saat beradu mata dengan mata Faqa. saat mata laki-laki itu menatapnya lekat. menelisik jauh ke dalam rasa-rasa yang selalu Lana ingkari.

Aku selalu mendoktrin diriku sendiri bahwa kau tak akan pernah bisa aku miliki, Faqa. ketidaksiapan kita untuk saling berkomitmen membuatku memutuskan untuk berkomitmen hanya dengan perasaanku kepadamu. namun ada bagian dari diriku yang menolak, lalu menciptakan doktrin di dunianya sendiri. dia menempati secuil serakan hatiku, lalu membangun pencakar langit disana. melindungi rasa-rasa terpuji yang aku singkirkan dan tidak pernah aku akui. 

Lana meraih kepala Faqa pelan. mendekatkan ke wajahnya lalu mencium keningnya. Lama. ada air hangat yang mengaliri lekukan hidung dan pipinya.
"aku menyayangimu, Faqa."
laki-laki itu diam lalu memeluknya erat. mengangguk dan memberikan apa yang tidak sanggup diberikan kata untuk menjelaskan. yang tidak bisa dijangkau kalimat untuk memaparkan. pelukan-pelukan itu sudah menjawab semuanya. lebih dari yang Lana minta.

Esoknya genggaman erat diberikan Faqa untuk Lana. tidak sedetikpun wanita itu lepas dari jangkauan matanya. Lana menariknya ke stupa ketujuh Candi Borobudur. membiarkan Faqa menaiki stupa dan memegang arca di dalamnya. tertawa lepas meskipun setelahnya mereka ditegur oleh satpam candi. mengabadikan setiap pose Faqa di keajaiban dunia itu. karena untuknya, Faqa adalah keajaiban kecil didunianya. keajaiban kecil dari Tuhan.

because happiness isn't only mine, but yours too

0 comments:

Post a Comment